Halaman

Senin, 09 Januari 2012

Kesalahan dalam memaknai Kesetaraan “Gender”
Kesetaraan gender yang selama ini menjadi perbincangan publik, banyak diartikan sebagai kesetaraan yang mutlak antara laki-laki dan perempuan. Bermula pada abad ke-18 di Barat muncul gerakan feminisme atau gerakan emansipasi wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum laki-laki dan perempuan.  Padahal dalam Islam tanpa menuntut sedemikian rupa, para kaum perempuan telah mendapatkan hak terbaiknya menjadi perempuan. Alasannya, sudah jelas tecantum dalam Al-Qur’an, dan As-sunnah, namun sungguh disayangkan para penafsir Nash tersebut banyak yang berbeda dalam penafsirannya sehingga melahirkan opini-opini baru yang menyeleweng dari pesan sebenarnya. Padahal pandangan Islam terhadap kedunya sama.
          Pada dasarnya Islam telah menyetarakan hak-hak perempuan dan laki-laki yang telah jelas yang secara langsung tersirat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah. Seperti dalam surat An-Nisa ayat 34 yang berbunyi: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” Tafsir ayat ini lebih kepada konteks dalam keluarga, dimana laki-laki yang mempunyai amanat untuk menjadi kepala keluarga termasuk kepada istrinya. Namun jika diartikan dalam makna kepemimpinan pada umumnya, memang laki-laki lebih utama untuk menjadi seorang pemimpin, tapi jika terdapat seorang perempuan yang mempunyai potensi lebih dibanding laki-laki, apa salahnya perempuan yang mengambil alih kepemimpinan tersebut.
          Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa dunia ini adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangan adalah perempuan yang shalih. Akan tetapi makna kesenangan disitu jangan disalah artikan sehingga memproporsikan perempuan sebagai komoditi kesenangan kaum laki-laki dan dapat diperlakukan dengan semena-mena seperti yang dilakukan pada kaum perempuan –perempuan Amerika hingga mereka mati-matian menuntut agar kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan disamakna. Karena kalau demikian, berarti makna kebalikannya akan mempunyai arti, sebaik-baik kesenangan bagi perempuan adalah lelaki yang shalih, kalau demikian akan sampai pada konklusi yang tidak benar dalam arti masing-masing pihak akan menjadikan pihak yang lain sebagai komoditi kesenangannya. Padahal pesan yang tersirat dari hadist diatas adalah untuk menggambarkan peran perempuan yang penting dalam membangun kebahagian dan kesenagan bagi pasangan hidupnya.
          Perempuan yang diciptakan dengan segi perasaannya yang begitu sensitif dan laki-laki dengan keistimewaan yang menonjol merupakan garis yang telah ditetapkan oleh Allah, keduannya tercipta untuk saling melengkapi dan bukan untuk saling bercerai berai menuntut hak masing-masing. Keduanya sama-sama memiliki peranan penting dalam kehidupan. Ada memang beberapa perbedaan dalam bidang tertentu misal dalam hal kepemimipinan, namun perbedaan itu tidak bersifat mutlak dan permanen. Laki-laki dan perempuan, keduanya terlahir ke muka bumi sebagai khalifah pembawa pesan amar ma’ruf dan nahi mungkar, mempunyai hak yang sama dalam berprestasi seperti jelas dalam hadist nabi “tholabul ‘ilmi faridhotun ‘ala kulli muslimin wa muslimatin”. So guys.. isu kesetaraan gender yang berkembang di dunia barat yang jelas berbeda 180’ dari dasar agama kita itu, janganlah kita jadikan sebuah kiblat sosial dan budaya hidup kita. Berbanggalah kita kaum perempuan , karena Islam mengajarkan untuk menghormati kita, perempuan. Sampai-sampai Syurga pun di bawah telapak kaki ibu (perempuan). Keren banget g tuuh..? J

Jogja, 9 desember 2011
Vicky - 10210041
Read More..